Lalu apa itu Sholat Istisqa?
Sholat Istisqaa yang dalam bahasa Arab dikenal dengan Salatul-Istisqaa merupakan sunnah atau tradisi nabi yang dilakukan oleh umat Islam yang membutuhkan curah hujan pada saat kekeringan.
Tradisi Islam ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad, yang meminta campur tangan Tuhan selama musim kemarau atau saat tidak ada hujan.
Menurut teks Islam, seorang pria mendatangi Nabi Muhammad ketika beliau sedang menyampaikan ceramah Jumat mingguan di Madinah, meminta utusan tersebut untuk mendoakan hujan setelah berminggu-minggu kekeringan.
Sebagai tanggapan, nabi mengangkat tangannya untuk berdoa kepada Tuhan. Doanya terkabul dengan munculnya hujan yang berlangsung berhari-hari, memberikan rezeki bagi tanah dan ternak.
Kini, dalam masyarakat Muslim, imam komunitas memimpin shalat Istisqa pada saat bencana seperti itu.
Pentingnya tradisi sakral tersebut terletak pada keberkahannya. Banyak petani dan pekerja pertanian sangat bergantung pada hujan untuk panen dan penghidupan mereka.
Islam sangat mementingkan curah hujan yang dianggap sebagai berkah Tuhan yang membawa kedamaian, harapan, dan rezeki.
Kapan dan di mana pelaksanaannya?
Dianjurkan untuk melaksanakan salat kurang lebih 20 menit setelah matahari terbit – kira-kira bersamaan dengan salat Idul Fitri.
Namun jika ada kendala, shalat juga bisa dilakukan kapan saja pada saat Nawafel (sholat sunah).
Sesuai dengan hadis Nabi, shalat harus dilakukan di luar ruangan dan tidak di dalam masjid, kecuali jika ada keperluan mendesak karena keadaan luar biasa.
Bagaimana cara kerjanya?
Salatul Istisqaa dilakukan dua rakaat tanpa adzan atau iqamah – hanya pembacaan Al-Quran pada kedua rakaat dengan suara keras.
Setelah memulai takbir pertama [Allahu Akbar, Tuhan Maha Besar] pada rakaat pertama, imam kemudian mengulanginya tujuh kali. Pada rakaat kedua, takbir diulang sebanyak lima kali.
Pada setiap takbir, imam mengangkat tangan dan memuji Allah. Ia juga memohon shalawat kepada nabi di sela-sela setiap takbir.
Setelah salat, imam menyampaikan khotbah di mana ia meminta ampun kepada Tuhan dan membacakan ayat-ayat Alquran.
Mengakhiri khutbah ritual shalat hujan, imam menghadap kiblat (arah Ka'bah Suci), membalikkan jubahnya, meletakkan apa yang ada di kanan, di kiri dan sebaliknya.
Saat salat Istisqa tahun lalu di Qatar,
beredar video online yang memperlihatkan amir melepas jubahnya sebelum membaliknya dan mengenakannya sekali lagi, sesuai dengan tradisi nabi.
Menurut Islam Web, sebuah divisi Kementerian Wakaf dan Urusan Islam, membalik jubah disebutkan dalam sebuah riwayat dari seorang sahabat nabi, yang membenarkan bahwa sang rasul membalikkan pakaian luarnya ketika dia melakukan shalat.
Makna narasinya mengisyaratkan awal yang baru, gerakan membalik jubah menandakan menyambut transisi baru dan perubahan dari satu keadaan ke keadaan lainnya.