3 Faktor Penyebab Tabung Gas Elpiji Meledak

Maraknya ledakan kompor Gas yang ramai diberitakan oleh Media akhir ini jangan hanya dipandang sebagai akibat dari paket konversi, karena Gas yang meledak bukan hanya paket 3 KG tetapi juga paket 12 KG.

Yang menjadi pertanyaan kenapa sampai banyak kecelakaan kompor gas akhir-akhir ini ? sebenarnya secara statistic itu tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan banyaknya jumlah gas yang beredar.

Cuman memang media menjadikan isu ini cukup besar, tapi apa pun itu kita berterima kasih kepada media yang memberitakannya sehingga membuat orang sadar.

Namun satu hal yang penting diingat oleh media jangan sampai menimbulkan kepanikan, dalam artian jangan hanya memberitakan kejadiannya saja, tapi harus turut serta mensosialisasikan bagaimana penggunaan Gas yang aman.

Kasihan masyarakat kalau sampai dibuat panic, nanti dia bingung mau masak pakai apa? Sekarang ini ada 60 juta tabung 3 kg dan ada 7 juta tabung 12 kg berdasarkan laporan kompas pada tanggal 24 juni 2010, jumlah ledakan tabung gas sampai dengan bulan Juni 2010 yakni ada 36 kasus ledakan, itu dihitung dari tahun 2008 artinya 36 kasus selama 3 tahun.

Artinya ada 1 kasus dari setiap 2 juta tabung, dengan data tersebut kita belum bisa mengatakan bahwa ledakan kompor gas itu sebagai bencana nasional, karena untuk mengkategorikan sesuatu sebagai bencana nasional tentunya kita punya ukurannya.

Bukan berarti kita tidak turut prihatin, tapi yang perlu digaris bawahi ada 1 ledakan dari setiap 2 juta tabung.

Saya ingin sampaikan ini supaya jangan sampai terjadi kepanikan.

Dan media juga jangan suka bikin panik, dengan memberitakan hanya peristiwanya saja, tapi ia perlu juga turut serta mensoialisasikan kepada masyarakat bagaimana menggunakan kompor gas dengan aman.

Untuk lebih jelasnya lagi kita perlu mengetahui apa yang melatar belakangi program konversi minyak tanah ke gas yang banyak diributkan saat ini.

Mungkin kita semua sudah lupa bagaimana pada tahun 2005 di mana-mana terjadi antrian sampai berkilo-kilo meter untuk mendapatkan jatah minyak tanah, dan bagaimana beban negara harus menanggung subsidi untuk minyak tanah harus mengeluarkan dana sebanyak 50 triliun pada tahun 2005-2006.

Yang perlu kita ketahui, saat itu hanya 3 negara yang masih memakai minyak tanah untuk kebutuhan bahan bakar rumah tangganya, yaitu Indonesia, Burma, dan satu lagi negara di Afrika.

Jadi kita tertinggal jauh sekali.

Untuk itu pada awalnya kita ingin mengkonversi minyak tanah tersebut ke briket atau batu bara.

Pada sidang kabinet hal ini diputuskan hal tersebut, dan dibuatlah pameran pameran kompor briket batu bara.

Tapi saya bilang ”jangan dulu dilaksanakan, coba pergi dulu studi banding ke china” maka dikirimlah departemen perempuan pusat tapi sampai di sana justru diketawain, karena di China sudah tidak lagi menggunakan Briket karena itu justru lebih berbahaya untuk kesehatan.

Maka setelah itu kita memutuskan untuk minyak tanah kita ganti saja ke Elpiji karena lebih cepat, lebih aman dan jauh lebih murah.

Kenapa kita pilih Elpiji ? alasannya karena 1 liter minyak tanah itu setara dengan 0.

4 kg Elpiji.

Jadi kurang dari setengah kilo Elpiji.

Harga jual minyak tanah waktu itu 2000 rupiah, sementara ongkos produksinya 7000 rupiah, harga minyak dunia 80 Dolar per Barrel.

Jadi pengeluaran negara untuk setiap liter minyak tanah kira-kira 7500 rupiah.

Dan kita jual cuman 2000 rupiah, jadi untuk itu pemerintah harus mengeluarkan 50 triliun untuk subsidi minyak tanah.

Ditambah barangnya sulit didapat, mengantri dari subuh sampai sore itu pun belum tentu dapat.

Maka kita berpikir ini harus cepat diatasi.

Kemudian alasan berikutnya, saya ingin katakan semua energi yang kita pakai , masing-masing mengandung resiko bahaya, apakah itu listrik, apakah itu minyak tanah, bahkan sampai lilin pun bisa mengakibatkan kebakaran.

Pada tahun 2005 80 % kebakaran di Indonesia diakibatkan oleh terjadinya arus pendek aliran listrik, dan ledakan kompor minyak tanah.

Jadi salah kalau kita berkesimpulan bahwa kompor minyak tanah lebih aman daripada gas, karena sekarang tidak ada lagi kebakaran akibat ledakan kompor minyak tanah, karena memang itu sudah tidak ada lagi.

Jadi apa pun energi yang kita gunakan selama itu digunakan secara benar maka tidak akan menyebabkan kecelakaan.

Jadi ada 3 sebab mengapa kompor gas bisa meledak, yang pertama karena faktor alat yang memang sudah tidak sesuai standar atau alatnya sudah Aus, untuk itu penting kiranya memperhatikan umur alat, meskipun alat tersebut standar tapi kalau sudah melewati batas waktu pemakaiannya maka bisa berbahaya juga.

Taruhlah selang, meskipun SNI tapi kalau tidak pernah diganti dan dirawat maka bisa bahaya juga.

Sebagai gambaran, untuk pemakaian selang hasil pembagian dari konversi, itu jangka waktu penggunaannya paling lama 2 tahun, atau bisa juga 1 tahun tergantung intensitas pemakaiannya.

Itulah sebabnya mengapa kompor gas hasil konversi lebih banyak meledak di daerah Jabodetabek, karena memang daerah tersebut yang mendapat giliran pertama untuk program konversi minyak tanah ke Gas.

Faktor yang ke-dua karena adanya unsur kesalahan dalam penggunaannya, ini bisa diatasi dengan melakukan sosialisasi bagaimana menggunakan kompor dengan benar.

Untuk kompor hasil konversi waktu itu kita sudah sertakan manual Book penggunaan, serta ada kelompok-kelompok masyarakat yang turun ke lapangan untuk mensosialisasikan pemakaian kompor yang benar.

Memang untuk tabung 12 KG kita tidak sertakan karena dianggap mereka yang menggunakan tabung tersebut sudah terbiasa dan cakap.

Faktor yang ketiga adalah masalah kriminal dan justru inilah yang memakan korban paling banyak.

Modusnya itu isi tabung 3 kg disuntik ke tabung 12 kg, dan itu dilakukan di gudang di mana terdapat banyak tumpukan Elpiji, seperti di Surabaya meninggal sekaligus 5 orang akibat ledakan tabung pada saat mengoplos.

Di Bekasi ada 4 orang meninggal langsung.

Kita semua mesti prihatin dengan banyaknya korban meninggal di tempat persitiwa kriminal.

Ini mesti ada tindakan pro aktif dari kepolisian untuk mencegah kriminal ini.

Orang melakukan tindakan kriminal karena dia dapat untung besar mengingat isi tabung 3 kg itu disubsidi sementara yang 13 kg tidak.

Namun demikian sangat jarang kejadian tabung yang meledak, mengapa bisa seperti itu? Karena tabung yang diproduksi dengan baik itu mampu menahan tekanan gas sampai dengan 5 kali lipat.

Untuk diketahui bersama, tekanan gas itu 31 Bar sementara tabung mampu menahan tekanan sampai dengan 140 Bar.

Jadi sebenarnya tabung itu aman, selama dibuat dengan prosedur standar yang ditetapkan.

Kalau kita melihat kembali pembuatan tabung 3 KG, itu menggabungkan semua aspek keamanan dan kenyamanan, seperti bahan baku untuk baja, itu hanya boleh memakai dari baja yang diproduksi oleh krakatau Stell mengingat perusahaan ini sangat menjaga mutu dari bajanya.

Setiap pabrik diawasi oleh sistem dan ada pengawas dari Perindustrian, Sucofindo dan Surveyor Indonesia.

Mereka berada di pabrik selama 24 Jam untuk mengawasi produksi tabung tersebut.

Jadi banyak kecelakaan akibat selang dan regulator.

Dan itu bisa diatasi dengan memperhatikan umur dari equipment seperti saya paparkan tadi bahwa meskipun standar tapi kalau sudah melewati batas umur maka bisa bahaya juga.

Namun demikian sebagai bentuk pertanggung jawaban moral, saya sudah berbicara dengan Dirut pertamina agar kualitas Elpiji ditingkatkan lagi, dalam hal ini tingkat ketajaman bau dari Elpiji lebih ditingkatkan lagi agar lebih mudah tercium.

Sekarang kan kurang tajam jadi zat Metaftan yang dicampur ke elpiji agar berbau ditambah lagi sehingga bau khasnya lebih mudah tercium dan masyarakat cepat menyadari kalau terjadi kebocoran.

Dan bagi masyarakat yang mencium bau gas agar segera membuka jendela dan pintu lebar-lebar biar Gas itu bisa keluar, dan jangan menyalakan api, atau mematikan atau menyalakan listrik.

Jadi intinya untuk mencegah ini terjadi lagi, perlu sosialisasi cara pemakaian yang benar, dan prosedur keselamatan apabila terjadi kebocoran dan memberi pengetahuan masyarakat bahwa umur dari equipment itu ada.

Pertamina menambah kualitas dari Gas elpiji dengan meningkatkan ketajaman baunya.

Serta para pelaku kriminal segera ditangkap.

Sesungguhnya kebijakan untuk mengkonversi minyak tanah ke gas bukan dilakukan dengan sembrono saja, tapi telah direncanakan semenjak tahun 2006, sudah diteliti oleh Tri sakti, kemudian tahun 2007 diuji cobakan masyarakat secara bertahap kemudian diuji cobakan di masyarakat pada awalnya satu kelurahan, yakni di Kemayoran, kemudian ditingkatkan lagi pada satu kecamatan sampai pada tingkat provinsi.

Jadi semua ada tahapannya, memang terkesan tergesa gesa, sebab kalau tidak cepat-cepat bisa colapse ini negara dan masyarakat harus antri ber jam jam untuk mendapatkan minyak tanah.

Artikel ini pertama kali diterbitkan olrh: Kompasiana

Artikel Terbaik Serupa: