Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (kanan) menjadi pembicara dalam diskusi “Transnational Organized Crimes in Fisheries Industry” saat Konferensi Kelautan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat, Selasa (6/6) waktu setempat. (Sumber: KOMPAS/ANTONY LEE)
Gebrakan Indonesia memberantas penangkapan ikan ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan nelayan kecil mendapat apresiasi dari komunitas internasional. Tidak hanya datang dari pimpinan lembaga internasional dan diplomat, pujian juga datang dari aktor kenamaan Leonardo DiCaprio. Aktivis konservasi alam itu bahkan spesifik menyebut nama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
DiCaprio, aktor film Titanic itu, menyebut nama Susi Pudjiastuti dalam video yang ditayangkan di layar di ruang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, dalam peringatan Hari Kelautan Dunia, Kamis (8/6) siang atau menjelang Jumat (9/6) dini hari WIB. Di ruangan itu hadir kepala negara, menteri, dan aktivis kelautan.
Video DiCaprio yang berdurasi sekitar lima menit ditayangkan setelah rangkaian sambutan pembukaan dari Presiden Konferensi Kelautan PBB Isabella Lövin, Presiden Majelis Umum PBB Peter Thomson, serta sejumlah tokoh yang punya kepedulian terhadap alam, seperti mantan astronot Amerika Serikat Cady Coleman dan pendiri Virgin Group Richard Branson.
DiCaprio menyampaikan rasa prihatin terhadap kondisi lautan yang semakin rusak karena sampah plastik, penangkapan ikan berlebihan, dan perusakan terumbu karang.
Di tengah tantangan itu, Leonardo beranggapan pemerintah negara-negara di dunia punya kesempatan untuk membuat mekanisme melindungi lautan. Ia kemudian memberi contoh, langkah pemerintah yang dianggapnya maju dengan menyebut kasus Indonesia. Menurut dia, sekitar 10.000 kapal menerobos perairan Indonesia, mengeruk persediaan ikan, membuat nelayan kecil menderita.
Menteri Susi, kata DiCaprio, meningkatkan upaya pengawasan untuk membantu membuat pelaku penangkapan ikan tidak sah bertanggung jawab. Ia memuji komitmen Susi membuka data sistem pemantauan kapal ( vessel monitoring system /VMS) melalui platform Global Fishing Watch yang tengah dikembangkan Oceana, SkyTruth, dan Google.
Leonardo DiCaprio Foundation menjadi salah satu pendonor platform itu. DiCaprio menyebut langkah Indonesia yang direpresentasikan Susi itu telah membuka era baru transparansi tata kelola perikanan.
Setelah Indonesia, Peru juga menyampaikan komitmen melakukan hal yang sama. Dia berharap langkah ini diikuti pemimpin negara lain.
“Ini tepatnya tipe kepemimpinan yang berani dan inovatif yang kita butuhkan lebih banyak di seluruh dunia,” kata DiCaprio.
Platform Global Fishing Watch memungkinkan pertukaran informasi data perjalanan kapal-kapal penangkap ikan untuk memonitor apakah ada aktivitas penangkapan ikan di daerah konservasi, pemindahan muatan di tengah laut lepas, atau pelanggaran aturan penangkapan ikan lainnya. Data yang disediakan dalam platform ini bisa diakses oleh semua pihak.
Model data “berkerumun” ini juga akan membantu negara-negara berkembang yang memiliki keterbatasan dana dalam membangun sistem pengawasan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Langkah untuk membuka data itu, bagi Susi, merupakan bentuk penggentaran bagi orang-orang yang mencoba mencuri ikan di Indonesia.
“Mereka akan takut karena laut Indonesia sudah diawasi,” kata Susi.
Contoh Baik Indonesia bagi Negara Lain
Dalam berbagai kegiatan sampingan pada Konferensi Kelautan PBB di New York selama 5-9 Juni, Susi berkali-kali memaparkan contoh baik yang sudah dilakukan Indonesia dalam memerangi penangkapan ikan yang tidak sah, tidak dilaporkan, dan tidak diatur. Dengan runut dan didukung oleh data-data statistik, Susi memerinci kondisi nelayan Indonesia yang makin menurun akibat ulah kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia.
Ia lalu menjelaskan kebijakan yang diambil, seperti moratorium kapal eks asing, pelarangan pemindahan muatan di laut ( transshipment), serta langkah penggentaran lewat peledakan kapal-kapal pencuri ikan. Setelah itu, Susi menjelaskan dampak positif yang sudah mulai terlihat dari kebijakan-kebijakan itu.
Paparan itu mendapat apresiasi dari para panelis dan peserta diskusi
Dalam salah satu forum, Susi menjadi panelis bersama dengan sejumlah menteri terkait dari negara lain serta Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB Jose Graziano da Silva. Seusai Susi memaparkan pandangan dan langkah Indonesia dalam menangani pencurian ikan, Jose yang duduk di sebelah kiri Susi mencondongkan badannya ke arah Susi dan membisikkan sesuatu. Susi kemudian terlihat menganggukkan kepala, lalu sembari tersenyum menyerahkan naskah pernyataannya ke Jose. Lembaran kertas itu lalu oleh Jose dilipat dan dimasukkan ke saku jasnya.
“Dia (Jose) bilang, boleh enggak saya minta (lembaran pernyataan). Akan dipelajari, nanti akan di- endorse (dukung),” kata Susi dalam obrolan seusai forum itu.
Tenggelamkan Kapal Jahat
Pada kesempatan lain, Indonesia menyelenggarakan acara sampingan untuk mendorong penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur diakui sebagai kejahatan terorganisasi lintas negara. Ruangan diskusi berkapasitas sekitar 100 orang itu sudah penuh, bahkan beberapa menit sebelum diskusi dimulai. Sebagian peserta yang tidak mendapat kursi pun berdiri di sisi-sisi ruangan. Padahal, pada saat bersamaan juga ada kegiatan-kegiatan sampingan lain dalam Konferensi Kelautan itu.
Sebelum membuka presentasi, tim Kementerian Kelautan dan Perikanan sempat menayangkan video singkat soal langkah Indonesia mengatasi pencurian ikan sekaligus disertai alasan pentingnya mengakui kejahatan perikanan itu sebagai kejahatan lintas negara yang terorganisasi.
Menjelang akhir video, terlihat kapal FV Viking di tengah laut. Terdengar suara Susi menyatakan, “Tenggelamkan!” Lalu kapal yang sempat diburu Interpol itu pun meledak. Beberapa peserta diskusi tersenyum menyaksikan tayangan itu.
Apresiasi atas kepemimpinan Susi dalam melawan pencurian ikan juga datang melalui penghargaan Seafood Champion untuk kategori kepemimpinan yang diserahkan di Seattle, Amerika Serikat, 5 Juni 2017. Penghargaan itu diberikan karena Susi dianggap berkontribusi terhadap keberlanjutan pangan laut, mulai dari melalui pelarangan penggunaan alat tangkap ikan yang merusak hingga melawan “perbudakan” di sektor perikanan.
Curahan Hati Susi Pusjiastuti
Di tengah berbagai apresiasi dari komunitas internasional, Susi juga sempat “curhat” karena pola pikirnya yang kadang-kadang tidak selalu bisa dipahami pemangku kepentingan di dalam negeri.
“Banyak orang tidak mengerti, kadang-kadang terlalu awal. Saya, kan, saya sudah ‘main’ (usaha perikanan) sejak 30 tahun yang lalu,” ungkap Susi.
Beberapa waktu lalu, misalnya, Susi sempat disindir dengan sebutan pejuang hak asasi ikan karena kebijakan-kebijakannya. Kritik itu kemudian oleh Susi, dibantu Koordinator Staf Khusus Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal Mas Achmad Santosa, dielaborasi menjadi konsep yang ditawarkan pada forum Konferensi Kelautan PBB, yakni hak asasi lautan.
Susi mendorong agar lautan diberi hak untuk dilindungi sehingga terus berkembang dan “mengisi” kembali. Perspektif ini tidak berarti murni konservasi secara total, tetapi menjaga keseimbangan agar penangkapan ikan bisa berkelanjutan dan nelayan juga mendapatkan manfaatnya.
Nah, dunia internasional saja mengapresiasi, semoga dukungan di dalam negeri pun sama.
(ANTONY LEE, dari New York, Amerika Serikat)/Harian KOMPAS