
Gunung Sawal - Dalam sebulan ini setidaknya ada 7 ekor domba milik warga yang dimangsa macan tutul (Phantera pardus) penghuni hutan Gunung Sawal.
“Ada sekitar 7 ekor domba dan kambing milik warga yang dimangsa macan dalam sebulan ini. Tersebar di 4 lokasi,” ujar Plh Kasi VI BKSDA Wilayah III Jabar di Ciamis, Tatan Kusnandar kepada Tribun Selasa (28/9/2021).
Ke-7 ekor hewan ternak yang dimangsa macan penghuni Gunung Sawal tersebut, dari pendataan petugas di lapangan diantaranya satu ekor di Dusun Palasari Desa Sukahurip Kecamatan Cihaurbeuti.
Berikut 2 ekor kambing dan 1 ekor domba di Dusun Gunung Bangka Desa Sukamanah Kecamatan Sindangkasih.
Dan di Dusun Sindanglaya Desa Ciakar Cipaku sebanyak 1 ekor domba serta di Desa Sindangsari sebanyak 2 ekor domba.
Dari wilayah jelajah Tatan memperkirakan macan penghuni Gunung Sawal yang memangsa 7 ekor ternak milik warga di 4 lokasi tersebut dilakukan oleh individu macam yang berbeda. “Diperkirakan ada dua ekor,” katanya.
Sebanyak 1 ekor domba milik warga di Dusun Palasari Desa Sukahurip (Cihaurbeuti) dan 2 ekor kambing serta 1 ekor domba di Dusun Gunung Bangka Desa Sukamanah (Sindangkasih) diperkirakan dimangsa oleh macan yang punya teritorial dengan wilayah jelajah hutan Gunung Sawal bagian Barat.
Sedangkan 2 ekor domba di Desa Sindangsari (Kawali) dan seekor domba di Dusun Sindanglaya Desa Ciakar (Cipaku) menurut Tatan diduga dimangsa olehmacan dengan daerah jelajah (teritorial) hutan Gunung Sawal bagian Utara.
Banyak hal yang menyebabkan munculnya beberapa kejadian macan turun gunung ke pemukiman warga di sisi hutan dan memangsa ternak tersebut.
Di antaranya, menurut Tatan, mungkin disebabkan adanya individu macan (jantan) yang mulai tersisih dari teritorialnya. Misalnya karena usia sudah tua.
Hutan Gunung Sawal yang seluas sekitar 11.000 hektar (diantaranya 5.000 hektare hutan suaka margasatwa (SM) dan lebihnya merupakan hutan produksi) menurut Tatan, hanya cukup untuk 6 daerah jelajah macan.
“Sementara dari hasil pelacakan kamera pengintai pada tahun 2020 ada 11 ekor ekor individu macam yang terekam kamera yang dipasang di bebarapa titik jelajah macan di Gunung Sawal. Itu yang terekam, belum lagi individu yang tidak terekam,” ujar Tatan.
Tatan memperkirakan populasi macan di Gunun Sawal melebihi daya dukung daerah jelajah macan. Sehingga ada individu yang mulai tersisih dari daerah jelajahnya. Yang akhirnya, ada individu yang nyasar sampai ke pemukiman warga di sekitar hutan, menjelajah mencari mangsa.
Penyebab lain menurut Tatan, mungkin lantaran ada perubahan fungsi hutan. Kawasan hutan yang sebelumnya menjadi habitat berkembang biaknya babi hutan ada yang berubah jadi kebun kopi.
Di bawah tanaman kopi cenderung bersih dari semak belukar, jadi bukan tempat yang nyaman bagi babi atau celeng untuk beranak pinak dan bersarang. Dan babi adalah hewan yang biasa dimangsa macan. Habitat mangsa macan itu kini juga terganggu.
“Penyebab-penyebab tersebut baru dugaan, baru perkiraan. Untuk kepastian memang perlu ada penelitian,” katanya.
Untuk mengantisipasi terulangnya kembali kejadian macan memangsa ternak warga, menurut Tatan, pihak BKSDA sudah melakukan sosialisasi dan edukasi terutama di daerah-daerah kasus (kejadian ternak warga dimangsa macan).
“Mengedukasi warga agar warga membuat kandang yang kokoh bagi ternak peliharaannya. Membuat kandang jangan terlalu dekat dengan kawasan hutan. Berilah kandang lampu dan bunyi-bunyian. Kami juga menganjurkan warga untuk melindungi kandang ternak mereka dengan pagar kawat berduri,” ujar Tatan.
Untuk kandang dengan kawat berduri ini menurut Tatan, BKSDA sudah membuat percontohan 18 kandang di Desa Sukawening (Cipaku), 1 kandang di Sindanglaya Ciakar (Cipaku) dan 1 kandang di Sindangsari (Kawali).