Wilujeung Sumping di Blog GeegleHayoO

Jangan Berkunjung ke Situs Purbakala Karangkamulyan Sendirian

5 min read

JANGAN berkunjung ke Situs Purbakala Karangkamulyan, Ciamis, sendirian? Begitulah pesan seorang petugas penjaga loket di objek wisata tersebut, baru-baru ini. Apa pasal? “Menjelaskannya susah…tetapi coba saja rasakan sendiri, Pak,” begitulah ujar petugas tersebut.

Penjelasan tersebut tentu tidak dimaksudkan untuk menakut-nakuti wisatawan, sehingga wisatawan membatalkan niatnya masuk ke situs. Pernyataan tersebut justru merupakan promosi yang dahsyat. Membuat penasaran. Buktinya, setelah menerima “peringatan” seperti itu, penulis malah masuk ke situs, sendirian.

“Mau coba sendirian, Pak?” tanya petugas loket saat penulis memberi isyarat membeli tiket masuk untuk seorang. Penulis pun mengangguk.

Maka, setelah membeli tiket, penulis berjalan ke arah situs. Seorang petugas kebersihan berusia sekira 55 tahun dengan muka dan tangan dipenuhi benjolan besar, menepi sambil menganggukkan kepalanya, saat penulis lewat. Anggukan ramah itu tentu dibalas anggukan lagi.

Melihat dia, sesaat penulis ingat uang Rp 5000 ribu di saku celana. Ada keinginan memberikannya ke orang tua dengan tubuh kurus setengah bungkuk yang membawa sapu itu. Akan tetapi, tidak dilakukan. Penulis merasa, suasananya kurang tepat jika uang tak seberapa itu diberikan saat itu.

**

SITUS Karangkamulyan sebagaimana diketahui, terletak di Kabupaten Ciamis, tepatnya sekira 17 km ke arah timur dari Ibukota Kabupaten Ciamis atau sekira 7 km ke arah selatan dari Kota Banjar. Untuk sampai ke situs ini mudah sekali karena berada di jalan nasional Ciamis-Banjar-Pangandaran.

Situs ini merupakan salahsatu situs yang ada di Kab. Ciamis karena di Ciamis ada sejumlah situs yang menarik. Sekarang, bukan hanya menjadi milik Kabupaten Ciamis, tetapi juga milik nasional karena sudah termasuk Benda Cagar Budaya (BCB) yang dilindungi pemerintah.

Ihwal kenapa disebut situs, karena kawasan seluas kurang lebih 25 hektar ini mengandung sejarah. Sejarah dimaksud adalah sejarah Kerajaan Galuh, komplet dengan benda-benda peninggalan purbakalanya. Hal itu dikuatkan oleh hasil penyelidikan Tim dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung yang dipimpin Dr. Tony Jubiantoro pada tahun 1997. Menurut Tim Balar tersebut, Karangkamulyan adalah pusat suci suatu kerajaan pada abad IX.

Ada sejumlah objek purbakala yang bisa disaksikan di situs ini. Di antaranya, pelinggih, terletak tidak jauh di gerbang masuk situs. Di sini, terdapat batu bertingkat-tingkat berwarna putih serta berbentuk segi empat yang letaknya terbalik. Di bawahnya terdapat beberapa buah batu kecil yang seolah-olah sebagai penyangga. Objek ini, diberi batas pagar dengan pintu terkunci. Pintu bisa dibuka, bila ada permintaan khusus atau bila ada gegeden yang datang.

Masuk ke dalam lagi, ada objek yang biasa disebut Sanghyang Bedil, sebuah ruangan yang dikelilingi tembok berukuran sekira 6.20 x 6 meter dengan tinggi sekira 80 cm. Di depan pintu ruangan yang menghadap ke arah utara ini, terlihat struktur batu yang diduga berfungsi sebagai sekat. Melongok ke dalam ruangan, terlihat dua buah menhir di atas tanah, masing-masing berukuran 60 x 40 cm dan 20 x 8 cm.

Di bagian lain, ada juga penyabungan ayam, terletak di sebelah selatan dari Sanghyang Bedil. Tempat ini, dipercaya sebagai tempat penyabungan ayam Ciung Wanara dan ayam raja, serta tempat istimewa untuk memilih calon raja.

Selain tempat yang diduga tempat penyambungan ayam, ada juga objek berupa batu indah dihiasi pahatan-pahatan bergaya Hindu. Menurut penunjuk situs, batu ini disebut sebagai lambang peribadatan, tetapi banyak yang menyebut batu tersebut sebenarnya stupa. Batu ini berada dalam struktur tembok berukuran sekira 3X3 m dengan tinggi 60 cm.

Batu lain yang bisa dinikmati adalah batu yang yang disebut panyandaran atau tempat bersandar. Konon, di panyandaran itulah Dewi Naganingrum melahirkan seorang bayi tampan yang kemudian membuang bayi bernama Ciung Wanara itu ke sungai Citanduy. Setelah melahirkan, Dewi Naganingrum bersandar di tempat itu selama beberapa hari untuk memulihkan kesehatannya. Panyandaraan yang disebut para ahli sebagai menhir dan dolmen itu dikelilingi batu bersusun yang merupakan struktur tembok.

Objek lain yang bisa dinikmati adalah objek yang disebut Cikahuripan dan Dipati Panaekan. Cikahuripan berupa sumur yang letaknya dekat dengan pertemuan antara dua sungai, yaitu sungai Citanduy dan sungai Cimuntur. Sumur Cikahuripan --karena berada dekat sungai, belum pernah diberitakan kekeringan walaupun Ciamis, seperti wilayah lainnya, pernah dilanda kemarau panjang.

Sedangkan objek yang disebut Dipati Panaekan adalah batu kali berbentuk lingkaran bersusun tiga. Menurut kepercayaan, tempat ini ada kaitannya dengan seorang Raja Galuh Gara Tengah bernama Dipati Panaekan. Dipati Panekan adalah raja Galuh yang memperoleh gelar Adipati dari Sultan Agung Raja Mataram.

**

TIDAK lebih dari satu jam, penulis selesai menyusuri jalan tanah guna melihat objek-objek yang ada di situs, sendirian. Diakui, bulu kuduk kadang berdiri, baik ketika berada dalam perjalanan maupun ketika menikmati objek-objek tadi.

Penyebabnya, saat menyusuri jalan yang sepi tersebut, hewan-hewan yang tidak dikenali bersuara terus. Semakin menyeramkan lagi suasana, karena walaupun siang, suasana di kawasan situs ternyata meredup. Hal itu terjadi karena areal seluas 25 hektar tersebut ditumbuhi pepohonan aneka jenis, baik yang berukuran kecil maupun besar. Matahari tidak terlihat dari situs tersebut. Tentu gesekan dedaunan dan dahan-dahan dari pohonan yang ada pun – yang di antaranya dipastikan berumur ratusan tahun, menambah seram suasana.

Bahkan bukan hanya itu, penulis pun dikejutkan oleh kehadiran sekelompok monyet. Sekelompok monyet tersebut rupanya biasa mencegat pengunjung untuk “meminta” makanan yang dibawa. Mereka ngarenyohan sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. Namun mereka kemudian berlalu, setelah mengetahui penulis tidak membawa makanan.

Saat keluar gerbang, petugas loket yang tadi, menyapa sambil tersenyum. “Sukses, Pak?” Penulis mengangguk.

Saat itu, orang tua kurus setengah bungkuk yang memiliki banyak benjolan tersebut terlihat masih ada. Dia berdiri di pintu gerbang, seperti menunggu. Penulis langsung teringat kepada uang lembaran Rp 5.000 di saku celana. Maka uang itu pun berpindah tangan kepada pria tersebut.

“Terimakasih, Den,” ujar dia sambil membungkuk dan menempelkan uang tak seberapa itu di atas kepalanya. Dia tampak komat-kamit seperti berdoa. Penulis mengangguk dan tersenyum, kemudian meninggalkan dia dan petugas loket Situs Karangkamulyan. Sayang, penulis tidak meninggalkan situs terkenal itu sambil membawa ayam Ciung Wanara….


Artikel ini ditulis oleh Aam P. sutarwan lewat situsnya Pikiran Rakyat.

Bersyukurlah Jika Semua Orang Bisa Tertawa Dan Senang Karena Kebodohanmu, Daripada Menjadi Orang Pintar Tetapi Selalu Menyusahkan Semua Orang...

Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar

Bagaimana dengan Artikel ini?
Silahkan Anda Bebas Berpendapat!
((
___; )
(6