ini adalah Gambar dari Layangan Kaghati |
Layang-layang Cina ini terbuat dari sutra dan bambu emas sebagai rangkanya. Namun, di tahun 1997, seorang pecinta sekaligus ahli layang-layang berkebangsaan Jerman menyatakan bahwa Kaghati adalah layang-layang pertama di dunia.
Penelitian Wolfgang
Berawal dari festival layang-layang internasional Berck sur Mer yang diselenggarakan di Perancis tahun 1997, Wolfgang Bieck tertarik pada layang-layang dari Indonesia. Layang-layang ini dibuat hanya dari daun, dan pada festival tersebut Kaghati mengalahkan layang-layang dari Jerman serta meraih juara pertama. Karena ketertarikannya pada Kaghati, Wolfgang akhirnya datang ke Pulau Muna, Sulawesi Tenggara untuk mempelajari lebih dalam tentang layang-layang tradisional ini.

Pada kesempatan ini, Wolfgang kemudian diajak oleh seorang pecinta layang-layang dari Muna untuk melihat sebuah lukisan yang ada di dalam dinding Gua Sugi Patani , yang ada di Desa Liangkobori, Muna. Di dinding gua tersebut terdapat sebuah coretan yang menggambarkan seseorang yang sedang menerbangkan layang-layang.
Dari sinilah kemudian penelitian Wolfgang dimulai. Setelah melalui beberapa tahapan penelitian, diperoleh hasil bahwa coretan di dinding gua tersebut dibuat sekitar jaman
Epi-Paleolithic (periode Mesolitik), atau sekitar 9.000-5.000 tahun sebelum masehi.
Dari hasil penelitian inilah, Wolfgang kemudian menyatakan bahwa Kaghati dari Muna, Sulawesi Tenggara adalah layang-layang yang pertama kali diterbangkan oleh manusia.
Epi-Paleolithic (periode Mesolitik), atau sekitar 9.000-5.000 tahun sebelum masehi.
Dari hasil penelitian inilah, Wolfgang kemudian menyatakan bahwa Kaghati dari Muna, Sulawesi Tenggara adalah layang-layang yang pertama kali diterbangkan oleh manusia.
Perjalanan penelitian tersebut kemudian ditulis oleh Wolfgang, dan diterbitkan di sebuah majalah di Jerman pada tahun 2003 dengan judul : “The First Kitman”.
Sayangnya, belum ada rekaman sejarah yang lengkap dari Kaghati yang ditemukan, agar Kaghati bisa tercatat sebagai layang-layang pertama di dunia.
Lembaran Daun
Kaghati adalah sebuah layang-layang tradisional masyarakat Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Kaghati tergolong layang-layang unik, karena bahan utamanya adalah daun kering yang dirangkai dengan kulit bambu.
"Bahan Apakah yang digunakan untuk membuat Layangan Kaghati ini?"
Bahan-bahan alami yang dipakai untuk membuat layang-layang Kaghati relatif mudah didapat di wilayah Muna, antara lain daun kolope atau ubi hutan sebagai bahan utama (layar), kulit bambu sebagai rangka, serat nanas hutan yang sudah dipintal sebagai tali (layang-layang sekarang memakai senar). Ukuran layang-layang ini bervariatif, tergantung selera pembuatnya. Rata-rata Kaghati berukuran hampir setinggi orang dewasa.
Maskipun dibuat dari bahan-bahan yang alami, Layang-layang Kaghati merupakan layang-layang yang kokoh. Kaghati mampu terbang tinggi dan bertahan di udara selama berhari-hari. Layarnya yang terbuat dari daun kolope, di olah sedemikian rupa sehingga menjadi ulet dan tahan air. Tentu saja pengolahan ini menggunakan cara yang tradisional dan alami pula.
Kamu bisa menyaksikan pembuatan layang-layang tradisional ini di desa-desa yang ada di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Misalnya di desa Mabolu, Kecamatan Lohia.
Selain itu, di kedua sisi Kaghati terdapat bagian yang dinamakan kamumu. Bagian ini menyerupai pita, yang dibuat dari daun nyiur atau kulit ari pohon waru. Kamumu ini akan membuat Kaghati bersuara ketika melayang di udara. Kamumu dibuat sesuai selera sang pemilik. Jadi ketika di malam hari, pemilik Kaghati dapat mengenali Kaghatinya dari suaranya.
Ketenaran Kaghati
Sampai sekarang Layang-layang Kaghati masih bisa Kamu temui di daerah Muna. Di sini, Kamu bisa menyaksikan kebiasaan unik masyarakat setempat, yaitu menerbangkan Kaghati selama 7 hari non stop. Di masa lampau, nenek moyang masyarakat Muna menerbangkan layang-layang ini sebagai sarana spiritual. Kaghati yang diterbangkan diharapkan menjadi pemandu kepada Tuhan yang ada di langit. Setelah 7 hari melayang di udara, pada hari terakhir tali Kaghati diputuskan dan dibiarkan melayang terbawa angin.
Diharapkan agar layang-layang ini bisa memandu jiwa sang pemilik layang-layang setelah mati, ke tempat dimana Tuhan berada.
Namun sejak agama Islam masuk ke wilayah Sulawesi, kebudayaan ini bergeser menjadi sarana hiburan. Pada jaman sekarang, Layang-layang Kaghati diterbangkan pada waktu setelah panen raya.
Bagi Kamu yang ingin menyaksikan kebudayaan unik ini, disarankan agar Kamu berkunjung sekitar bulan Juni-September. Periode bulan tersebut adalah waktu yang tepat untuk menerbangkan Kaghati, karena angin timur bertiup dengan kencang melewati daerah ini. Biasanya, pada bulan-bulan tersebut sebagian besar masyarakat Muna menerbangkan Kaghati. Sehingga Kamu bisa menyaksikan Kaghati yang berterbangan dimana-mana.
Selain itu, Kaghati juga sudah diterbangkan dalam berbagai festival layang-layang nasional bahkan sampai tingkat internasional. Di kalangan pecinta layang-layang di wilayah Eropa, Kaghati menjadi perhatian tersendiri karena keunikan dan ketangguhannya saat melayang di angkasa.
Indeks istilah umum: layangan pertama disebut juga dengan, penemu layang-layang, layang layang daun, Layang pertama di dunia, layangan internasional.