Geegle HayoO➢ Sosok Panutan Hidupku Adalah Pak'Oleh. Beliau adalah guru ngajiku dan Beliau bukanlah kyai dan juga ustadz tapi guru sekaligus sosok tauladan bagiku karena setiap bertemu tak pernah ku ucap dengan sebutan kyai atau ustadz tapi cukup kata Pak dan beliau sangat menerima kegigihanku untuk belajar membaca dan sangat sabar sekali menungguku walaw seorang diri , sungguh aku tak bisa membalas dengan apa -apa aku terkagum dengan sikap , prilaku dan ketegaran jiwanya.
Kini Seakan Beliau Merasuk Dalam Keseharianku
Karena sang tauladan sesungguhnya sangat susah ku ikuti sosok baginda Rasul Muhammad SAW. Maka sebagai bekal hidup yang mengarah ke sosokNya adalah para alim ulama sebagai pewarisnya, begitupun yang terpancar dalam sosok guru ngajiku sang panutan hidup. Beliau seorang yang mempunyai watak yang keras dan tegas ketika melihat dari pancaran wajahnya. tapi beliau adalah sosok yang lemah lembut ketika terucap dari mulutnya. Cara kerjanya sangat gigih beliau adalah pedagang Ilmu yang sangat Gratis tapi mahal di akhirat nanti, seorang guru dambaan setiap insan yang mengenalinya, dan ketawadhuannya sangat beliau junjung tinggi dan yang sangat aku dambakan adalah kesehariannya hanya bersama orang-orang biasa layaknya orang cukup dengan apa adanya dan tak pernah kedudukannya ku lihat diatas golongan orang -orang yang kaya , berpangkat ataupin pimpinan. Tapi beliau cukup selayaknya orang biasa tapi sandaran hidupnya sungguh luar biasa.
Semua apa yang dipancarkannya adalah tidak lain karena untuk berbagi dengan sesama.
Begitupun denganku beliau tak merasa canggung dengan kesendirianku saat mengaji tapi bagiku agak canggung dan merupakan tantangan terbesar dalam perjalananku . Salam guruku, Pak'Oleh Sosok Panutanku dalam hidupku , akan selalu ku ingat kata-kata beliau yang terakhir diucap...
"Tuuh dele batur eweuh nu wanieun kararitu"
Yaaa beliau waktu itu sedang marah padaku.. Sangat sangaaat Marah. Pasalnya, meskipun memang waktu itu kesalah pahaman. Jadi ada salah satu temanku yang waktu itu sedang mengajaku bermain dan bercanda, Ia (temanku) tidak sadar bahwa permainannya itu Menghina Guru ngaji kita aku pun juga tertawa karena tidak tahu canda'an yang baik. Sontak saja beliau mendengarnya dan langsung melihat keada'anku yang sedang tertawa, Mungkin karena itu ia memarahiku dan temanku kena pukulnya.
Aku sangat ketakutan, Bahkan aku sampai mengompol
((
___; )
((
Aku benar2 menyesal dengan ini. Dan aku belum sempat meminta ma'af karena waktu itu aku benar2 masih kecil untuk berfikir Dewasa.
Dibalik ketakutanku, Ada satu hal yang sangat di sayangkan dan selalu menjadi pertanya'anku:
"Kenapa Pak'Oleh Marah?"
"Padahal aku masih anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Dan yang ada fikiran kecil waktu itu hanya menganggap ssmua yang ada di dunia ini adalah maianan."
"Padahal jika begitu, Aku pun tidak sepenuhnya salah".
Pak'Oleh memang karakter orang yang mudah marah, Tetapi sebenarnya dia baik. mungkin karena terbiasanya tegas dalam mengajar muridnya, Sampai sekarang aku bisa Mengaji berkat dirinya. Semoga kesehatan menyertai beliau beserta keluarganya di Ciamis. Amin Ya Rabbal Alamin...
GURU NGAJI KU, INSPIRASI KU
Bila mendengar pemberitaan yang terlalu sering tentang perilaku culas dan keserakahan para pejabat, pembuat kebijakan di negeri ini, rasanya putus sudah asa mencintai negeri ku ini. Tapi bila teringat sosok wajah penuh ikhlas para guru honorer yang mengajar tanpa pamrih di pelosok-pelosok negeri; para guru ngaji di kampung-kampung yang mengabdi dengan hati mangajarkan budi pekerti kepada tunas-tunas generasi negeri ini, rasanya aku malu dibuatnya. Rasanya, seperti ada hutang yang harus aku bayar dengan berbuat untuk negeri ini. Ada asa yang tak boleh pernah redam, untuk mencintai negeri ku ini.
Puisi untuk Pak Oleh
Tiba-tiba saja, angan ku seolah terbawa kedalam pusaran lorong waktu tahun 90-an. Seolah hadir di hadapan ku sebuah ‘dampar’ tua. Sebuah meja kayu berkaki pendek berbentuk persegi panjang berwarna paduan hitam dan coklat yang sudah memudar. Anak-anak yang sedang belajar mengaji kitab suci Alquran.
Seorang guru ngaji berada di antara anak-anak yang sedang ‘Ngaraos’ (mengaji) Alquran itu. Membacakan satu-dua ayat pada setiap anak, yang harus dibaca ulang dengan benar, sebelum diperbolehkan beralih dari ‘dampar’ itu. Untuk mengulang dan mengulang kembali hingga terdengar suara bedug ditabuh dan suara adzan berkumandang pertanda waktu sholat Ashar telah tiba.
Pada dampar tua di madrasah Al-amanah sederhana yang kayu-kayu jendelanya sudah keropos dimakan rayap itulah cerita masa kecil ku dimulai. Dari aku mulai belajar mengenal huruf demi huruf “alif ba’ ta’ “, ayat demi ayat, lembar demi lembar hingga aku khatam Alquran.
Ketika aku beranjak remaja, aku kembali belajar mengaji di Sekolah yang khusus lebih ke Pendidikan Islam nama sekolahnya MTS Riyadlul ulum (Tsanawiyah) sindangsari ciamis. Masih juga belajar membaca Alquran setiap habis sholat dzuhur hingga Bel jam pulang sekolah berbunyi. Dibawah bimbingan para Guru yang ikhlas mengajar nyaris tanpa dibayar.
***
Satu hari secara tidak sengaja, aku menemukan sosok bersahaja, salah satu guru ngaji ku dulu. Kepadanya, aku berhutang budi. Beliaulah, yang membenarkan bacaan sholat saya dari bismillah hingga assalamualaikum. Membenarkan bacaan sholat saya dari huruf ke huruf, dari kata ke kata, dari ayat ke ayat. Masih seperti dahulu, kesederhanaanya dan kebersahajaanya, dan ketulusanya. Kepada guru-guru ngaji itulah, aku belajar tentang ketulusan dalam mengabdi, keikhlasan tanpa pamrih semata karena Allah swt. Yang memegang teguh hadist:
“Koirukum man ta’allamal quran wa’alamahu (Sebaik-baik dari kamu adalah orang yang belajar alquran dan mengajarkanya)"
Kawan, masihkan kalian mengingat guru ngaji Aranjeun?
/6
___; )
(6
Meski sepertinya, sudah tidak ada lagi cerita guru umar bakri karena sudah adanya sertifikasi profesi, yang menjadikan profesi guru menjadi naik gengsi. Percayalah di pelosok negeri sana, masih banyak guru-guru honorer yang rasanya tak mungkin mendapatkan sertifikasi profesi karena tidak ada kesempatan untuk menjadi sarjana pendidikan, prasyarat untuk sertifikasi. Guru-guru yang mengabdi negeri dengan ketulusan hati, bukan karena gengsi profesi yang menjanjikan kemurahan materi.
Meski sekarang sudah banyak guru-guru ngaji yang mendirikan sekolah SDIT (sekolah dasar islam terpadu), yang mencoba berbisnis agama di tangga syurga dengan keuntungan yang tinggi. Yang mencoba membatasi akses hanya untuk anak-anak dari orang-orang yang berani membayar dengan biaya yang sangat tinggi. Tetapi Percayalah, di pelosok negeri sana masih ada para guru ngaji yang tulus berbagi. Di surau-surau sederhana, menghidupkan lentera ilmu agama, membentengi akhlak anak-anak negeri. Buat mereka, bayaran Ridho dari Allah yang maha kuasa, jauh lebih bermakna dari bayaran harta benda.
Kepada guru-guru honorer, guru-guru ngaji di pelosok negeri ini. Ribuan terima kasih kucurahkan atas segala pengabdian yang telah engaku berikan. Meskipun jasamu, seperti suara ranting yang jatuh di tengah hutan rimba. Terima kasih Pak'Oleh telah menginspirasi ku, tentang arti keikhlasan dan ketulusan mengabdi dengan hati untuk negeri ini. Tidak ada balasan yang lebih baik dari Dzat yang memberikan sebaik-baik balasan. Karena mereka, saya yakin di negeri ini tidak pernah kekurangan stok orang-orang baik. kecuali Allah akan mengkhendaki.
Seperti yang dilakukan Muhamad Saleh / Biasa di panggil Pak'Oleh, di pelosok Ciamis, Jawa barat ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya, Bahkan jika aku harus mengorbankan Amalku kepada Allah, aku Rela ini menjadi separuh Amalmu juga.
Selesai. Terimakasih dan Wassalamu'alaikum...
/6,,,,
___; )
\6''''
Baca Juga Yaa : Kisah Masa Kecilku Waktu Sekolah di SDN 3 Cisadap