Dahulu kala ada pasangan suami istri yang sederhana tapi rasa saling sayang mereka sangat kaya, mereka tinggal di tempat yang tentram, damai, dan makmur. Sang suami pun pergi berkebun seperti biasa dan sang istri mengerjakan pekerjaan rumah seperti ibu rumah tangga biasanya. Tetapi pada hari itu sang suami tak kunjung pulang seperti biasanya yang sudah pulang sebelum matahari tenggelam. Sang istri pun khawatir tetapi dia tidak berani mencarinya karena gelap gulita yang sebentar lagi mencekam, dia pun hanya bisa menunggu dan berdoa dirumah untuk keselamatan sang suami tercinta.
Ternyata sang suami kesasar sampai ke hutan karena keasikan berkebun. Matahari pun digantikan dengan gelap gulita yang hanya diterangi oleh bulan dan bintang, sambil menyalakan api unggun untuk menerangi daerah sekitar sang suami pun berkeliling hingga menemukan pohon yang buahnya seperti kacang yang kulitnya berwarna hijau, karena lapar dia pun memakannya sambil bete dan dia pun memberi nama makanan itu “pete”. Setelah bermalaman di alam liar sang suami pun pulang kerumah dan langsung meminta maaf kepada istrinya karena telah membuat dia khawatir, sang istri pun memaafkannya dan menyuruh si suami untuk mandi karena bau. Seusainya mandi sang suami pun pamit dan berkebun lagi, dan dia pun kembali tersesat seperti sebelumnya, dia pun mencari makanan sambil jengkel karena tersesat seperti sebelumnya, dia pun menemukan makanan aneh lagi, karena empuknya seperti molen dan dia makan dengan perasaan jengkel akhirnya dia beri nama “jengkol”.
Keesokannya dia membawa pete dan jengkol itu kerumah, tapi sang istri tidak menyukainya karena bau. Makan malam pun telah disiapkan tapi gaada jengkol sama petenya, suami pun bertanya “mah pete jengkol nya mana?” si istri menjawab “papah mau makan pete jengkol?”, “iya”, “ini ada tapi nanti kamu tidur di kursi ya!!!”. Ya Tuhan andaikan pete tidak bikin bete dan jengkol tidak bikin jengkel pasti dunia akan tentram walau sedikit bau.