
Sebanyak empat ekor macan tertangkap perangkap kamera (camera trap) di Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis. Dengan begitu, populasi macan di Gunung Ciamis bertambah menjadi sembilan ekor, jika ditambah lima ekor macan yang terekam pada pada 2016.
Kapala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah III Ciamis, Himawan Sasongko mengatakan, berdasarkan pemantauan camera trap yang dipasang tiga bulan silam, ada empat individu baru yang terekam. Empat ekor macan itu antara lain satu ekor macan kumbang dewasa, satu ekor macan tutul dewasa, satu ekor macan tutul jantan remaja, dan satu ekor macan tutul betina remaja. "Sekarang diperkirakan ada sembilan ekor. Itu minimal ya," kata dia Jumat (5/7).
Ia mengatakan, kemungkinan populasi macan di Suaka Margasatwa Gunung Sawal bisa lebih dari yang ada saat ini. Pasalnya, masih banyak ada lokasi belum terjangkau kamera yang dipasang BKSDA Wilayah III Ciamis.
Ia mengatakan, macan yang berada di Gunung Sawal itu memiliki potensi besar untuk berkembang biak. Mengingat, berdasarkan data yang kita ambil 2019 ada pertambahan populasi. "Paling tidak kan ada dua remaja, jantan dan betina yang mendiami kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal," kata dia.
Untuk menjaga kelestarian habitat macan, Himawan mengatakan, pihaknya akan terus melakukan kegiatan sosialisasi ke masyarakat terkait keberadaan macan di kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal dan hutan di bawahnya. Ia menambahkan, BKSDA juga melibatkan semua elemen untuk menjaga kelestarian dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Ia menegaskan, jika ada yang melakukan perburuan akan ditindak lanjut aturan yang ada dan diancam dengan hukuman lima tahun penjara.
"Kita juga akan patroli pemantauan populasi dan mencegah perburuan satwa. Kalau ada kasus macan turun, jangan ditangkap menggunakan perangkap. Sebaiknya dihalau saja dan laporkan supaya bisa melakukan penghalauan bersama-sama," kata dia.
2. Elang Gunung Syawal

Kapala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah III Ciamis, Himawan Sasongko mengatakan, berdasarkan pemantauan camera trap yang dipasang tiga bulan silam, ada empat individu baru yang terekam. Empat ekor macan itu antara lain satu ekor macan kumbang dewasa, satu ekor macan tutul dewasa, satu ekor macan tutul jantan remaja, dan satu ekor macan tutul betina remaja. "Sekarang diperkirakan ada sembilan ekor. Itu minimal ya," kata dia Jumat (5/7).
Ia mengatakan, kemungkinan populasi macan di Suaka Margasatwa Gunung Sawal bisa lebih dari yang ada saat ini. Pasalnya, masih banyak ada lokasi belum terjangkau kamera yang dipasang BKSDA Wilayah III Ciamis.
Ia mengatakan, macan yang berada di Gunung Sawal itu memiliki potensi besar untuk berkembang biak. Mengingat, berdasarkan data yang kita ambil 2019 ada pertambahan populasi. "Paling tidak kan ada dua remaja, jantan dan betina yang mendiami kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal," kata dia.
Untuk menjaga kelestarian habitat macan, Himawan mengatakan, pihaknya akan terus melakukan kegiatan sosialisasi ke masyarakat terkait keberadaan macan di kawasan Suaka Margasatwa Gunung Sawal dan hutan di bawahnya. Ia menambahkan, BKSDA juga melibatkan semua elemen untuk menjaga kelestarian dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Ia menegaskan, jika ada yang melakukan perburuan akan ditindak lanjut aturan yang ada dan diancam dengan hukuman lima tahun penjara.
"Kita juga akan patroli pemantauan populasi dan mencegah perburuan satwa. Kalau ada kasus macan turun, jangan ditangkap menggunakan perangkap. Sebaiknya dihalau saja dan laporkan supaya bisa melakukan penghalauan bersama-sama," kata dia.
2. Elang Gunung Syawal

Burung elang borontok, burung yang dikenal sebagai salah satu satwa liar ciri khas Gunung Syawal Ciamis, kini populasinya mendekati kepunahan. Setelah belakangan marak terjadi aksi perburuan hewan liar di gunung terbesar di Kabupaten Ciamis itu, kini populasinya hanya tinggal puluhan ekor saja. Malah, burung yang dikenal sebagai pemangsa ayam ini sudah sulit dijumpai di Gunung Syawal.
Kepala Polisi Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Jawa Barat, Warid, membenarkan hal itu. Menurutnya, Elang Borontok yang berhabitat asli di Gunung Syawal ini keberadaannya hampir punah menyusul maraknya perburuan illegal.
“Dari hasil penelitian tim kami, populasi burung elang borontok di wilayah hutan Gunung Syawal jumlahnya kini tinggal puluhan ekor. Kondisi ini yang membuat kami khawatir satwa liar ini beberapa tahun kedepan mengalami kepunahan,” ujarnya, kepada HR Online, di Ciamis, Sabtu (09/01/2016).
Warid menambahkan menjaga populasi burung elang agar tidak diburu orang yang tidak bertanggungjawab memang cukup sulit. Karena daya jelajah burung liar ini jangkauannya sangat luas.
“Burung elang sering terbang keluar hutan. Bahkan, sering berkeliaran di perkampungan. Nah, di saat keluar dari habitatnya ini yang sangat rentan diburu orang yang tak bertanggungjawab. Makanya, mengawasi burung elang sangat sulit. Berbeda dengan satwa liar lainnya, seperti babi hutan atau harimau yang mudah diawasi, karena hanya berkeliaran di kawasan hutan,” ungkapnya.
Sebagai salah satu upaya menjaga kepunahan burung elang di Gunung Syawal, lanjut Warid, pihanya bersama kepolisian kini tengah gencar melakukan penyisiran ke sejumlah daerah untuk melakukan penyitaan burung elang yang dipelihara secara illegal oleh warga.
“Selain melakukan penyitaan, kami pun gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa burung elang ini dilindungi oleh Negara. Dan kami pun menyampaikan kepada masyarakat bahwa ada larangan dan ancaman pidana bagi siapa saja yang melakukan perburuan dan memelihara secara illegal satwa langka yang dilindungi Negara,” ungkapnya.
Kepala Polisi Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Jawa Barat, Warid, membenarkan hal itu. Menurutnya, Elang Borontok yang berhabitat asli di Gunung Syawal ini keberadaannya hampir punah menyusul maraknya perburuan illegal.
“Dari hasil penelitian tim kami, populasi burung elang borontok di wilayah hutan Gunung Syawal jumlahnya kini tinggal puluhan ekor. Kondisi ini yang membuat kami khawatir satwa liar ini beberapa tahun kedepan mengalami kepunahan,” ujarnya, kepada HR Online, di Ciamis, Sabtu (09/01/2016).
Warid menambahkan menjaga populasi burung elang agar tidak diburu orang yang tidak bertanggungjawab memang cukup sulit. Karena daya jelajah burung liar ini jangkauannya sangat luas.
“Burung elang sering terbang keluar hutan. Bahkan, sering berkeliaran di perkampungan. Nah, di saat keluar dari habitatnya ini yang sangat rentan diburu orang yang tak bertanggungjawab. Makanya, mengawasi burung elang sangat sulit. Berbeda dengan satwa liar lainnya, seperti babi hutan atau harimau yang mudah diawasi, karena hanya berkeliaran di kawasan hutan,” ungkapnya.
Sebagai salah satu upaya menjaga kepunahan burung elang di Gunung Syawal, lanjut Warid, pihanya bersama kepolisian kini tengah gencar melakukan penyisiran ke sejumlah daerah untuk melakukan penyitaan burung elang yang dipelihara secara illegal oleh warga.
“Selain melakukan penyitaan, kami pun gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa burung elang ini dilindungi oleh Negara. Dan kami pun menyampaikan kepada masyarakat bahwa ada larangan dan ancaman pidana bagi siapa saja yang melakukan perburuan dan memelihara secara illegal satwa langka yang dilindungi Negara,” ungkapnya.
Warid pun meminta masyarakat Ciamis ikut membantu melestarikan burung elang yang kini populasinya hampir punah menyusul maraknya perburuan illegal. “Kalau ada burung elang terbang berkeliaran di perkampungan warga, tolong jangan diburu. Biarkan hewan itu hidup di alam bebas. Dan apabila ada seseorang yang memelihara burung elang, kami meminta segera laporkan ke kantor polisi terdekat,” pintanya.
3. Kukang Jawa
Ciamis dan Polres Tasikmalaya Sita 21 Ekor Kukang dari Pedagang
Kukang Jawa (Nycticebussp.), salah satu satwa langka yang dilindungi negara.
Bidang Wilayah III Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat bekerjasama dengan Kepolisian Resort Tasikmalaya, berhasil menggagalkan dan mengungkapkan transaksi perdagangan 21 ekor Kukang Jawa (Nycticebussp.) dari pedagang di Resik, Tasikmalaya pada akhir Juli 2013.
Semua kukang yang menjadi barang bukti saat ini dititipkan di Pusat Rehabilitasi Satwa Yayasan IAR Indonesia (YIARI).
Berdasarkan pemeriksaan medis yang dilakukan, diketahui kukang-kukang tersebut mengalami beberapa masalah kesehatan, antara lain kerusakan gigi, dehidrasi, malnutrisi, hingga stres. Di YIARI, kukang-kukang tersebut akan menjalani proses rehabilitasi sehingga bisa dilepasliarkan kembali ke alam.
Operasi ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku perdagangan satwa liar dilindungi. Berdasarkan Undang-Undang (UU) RI 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Pasal 21 Ayat (2) disebutkan, bahwa perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi termasuk Kukang adalah dilarang.
Juga satwa liar yang dilindungi ini dilarang untuk dieksploitasi (diburu, dipelihara, diperjual belikan mau pun dimanfaatkan bagian tubuhnya).
Berdasarkan aturan IUCN (Internationa lUnion for Conservation of Nature), kukang termasuk dalam kategori Vulnerable (rentan) hingga Endangered (terancam punah), yang artinya populasinya di alam semakin menurun dan menuju kepunahan. Sedangkan menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Kukang tercatat dalam Apendiks I.
“Kami berkomitmen melakukan upaya penegakan hukum perdagangan dan pemeliharaan satwa liar dilindungi di wilayah kami”, jelas Kepala Bidang Wilayah III Ciamis Balai Besar KSDA Jawa Barat, Rajendra.
Sampai sejauh ini upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak Bidang Wilayah III Ciamis Balai Besar KSDA Jawa Barat dan Kepolisian Tasikmalaya sudah pada tahap proses pemberkasan yang akan dilimpahkan ke pengadilan untuk segera disidangkan dan diputuskan hukumannya.
Tersangka pelaku penjual kukang akan dijerat dalam perkara tindak pidana UU 5/1990 dengan ancaman maksimal lima tahun penjara, atau denda subsider sebesar Rp 100.000.000,-.
Upaya nyata penegakan hukum terhadap perdagangan kukang merupakan langkah penting dalam memberikan efek jera bagi para kriminal di bidang kehutanan, serta menjaga kelestarian satwa liar yang dilindungi.
Pelestarian pada hakikatnya adalah pada saat satwa liar tersebut dapat hidup layak dan menjalankan fungsi ekologinya di alam secara bebas, bukan hidup di dalam kurungan/kandang. Prinsip dasar yang penting diingat dan dihayati serta diaktualisasikan adalah “Tidak Membeli atau Memelihara Kukang”.
Nah itulah 3 Hewan Langka di Ciamis yang hampir punah akibat pemburu liar.